Kenaikan Harga BBM Semakin Memberatkan Rakyat

26-02-2018 / KOMISI XI

 

 

Terhitung sejak 24 Februari 2018, Pertamina menaikkan harga minyak nonsubsidi seperti Pertamax, Dexlite maupun Pertalite. Kenaikan harga sekitar Rp 300,- untuk wilayah Jawa dan Bali; sedangkan di luar wilayah tersebut, kenaikan beragam. Harga Pertamax di Jakarta misalnya, naik menjadi Rp 8.900,- di Jakarta. Harga Dexlite naik dari Rp 7.500,- per liter menjadi Rp 8.100,- per liter.

 

Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharram menilai langkah penyesuaian harga BBM tersebut akan semakin memberatkan rakyat. Tentu, daya beli akan kembali terganggu karena langkah ini menyulut inflasi.

 

“Pada Januari lalu, inflasi mencapai 3,25 persen setiap tahunnya, dimana inflasi energi mencapai 8,6 persen; inflasi harga diatur pemerintah 5,82 persen. Artinya, gejolak inflasi masih disebabkan oleh intervensi pemerintah di bidang harga, bukan karena peningkatan konsumsi (belanja),” jelas Ecky dalam rilis yang diterima Parlementaria, Senin (26/2/2018).

 

Lanjut Ecky, pengaruh inflasi itu kan tidak bisa dibatasi pada kelompok tertentu saja. Misalnya pada golongan orang kaya. Sebaliknya, inflasi lebih menekan bagi rakyat kecil, meski kebijakan yang diambil tidak terkait dengan kepentingan mereka. “Dengan demikian, agak sulit juga memperbaiki ketimpangan, jika harga barang-barang pokok terus diintervensi. Kebijakan ini jelas-jelas tidak pro rakyat,” lanjut Ecky.

 

Dijelaskan lebih lanjut, bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki tendensi melambat, karena perlambatan konsumsi rumah tangga akibat penurunan daya beli. “Jadi, rakyat akan menahan untuk konsumsi sebagai upaya antisipasi kalau-kalau minyak naik lagi. Jelas akan sulit mencapai target pertumbuhan tinggi, jika pemerintah seringkali menaikkan BBM,” jelasnya.

 

Dalam beberapa laporan BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga rata-rata di bawah 5 persen atau di bawah pertumbuhan ekonomi. Padahal, peranannya mencapai 55 persen terhadap PDB. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi hanya 5,07 persen dimana konsumsi rumah tangga hanya naik 4,95 persen.

 

“Padahal kita ingin ekonomi bisa meroket, atau setidaknya memenuhi target APBN-P 2017 sebesar 5,2 persen. Jika pertumbuhan ekonomi tetap rendah, bagaimana pemerintah akan mampu menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang lebih cepat,” tutup Ecky. (hs/sc)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...